IMM FH Undang AKPI Bahas Pengadilan Niaga Perkara PKPU
- 9 Juni 2023
Oleh :
Kholifatul Husna
Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (PK IMM FH UMJ) menggelar Kuliah Umum dengan mengusung tema Strategi Beracara di Pengadilan Niaga dalam Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) bertempat di Aula FH UMJ, Jum’at (09/06/2023).
Dihadiri lebih dari 50 mahasiswa FH UMJ gelaran Kuliah Umum menghadirkan Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) periode 2019-2022 Dr. Jimmy Simanjuntak, M.H. untuk membahas tentang Undang-Undang Kapilitan dan PKPU.
Ketua Umum Pk. IMM FH UMJ Firman Mahmudi mengatakan selaras dengan tri kompetensi IMM bahwa seorang kader IMM memerlukan wadah untuk meningkatkan intelektualitasnya. Dengan menghadirkan seorang pakar yang merupakan ketua umum AKPI diharapkan mahasiswa FH UMJ dapat memahami lebih dalam terkait strategi beracara di Pengadilan Niaga dalam perkara Kapilitan dan PKPU.
Sejalan dengan itu Dekan FH UMJ Dr. Dwi Putri Cahyawati, SH., MH. menyampaikan bahwa materi hukum pengadilan niaga belum menjadi suatu mata kuliah di FH UMJ. Maka dari itu, istilah pengadilan niaga bukanlah hal baru bagi mahasiswa FH untuk memahami perkara kapilitan dan PKPU di Indonesia.
“Yang menjadi pertanyaan pada kepailitan ini adalah siapa yang harus dinyatakan pailit dan harus meminta permohonan pailit. Tidak hanya itu, pengadilan niaga memiliki kewenangan atas perkara kepailitan dan PKPU sesuai dengan kompetensi absolut dan kompetensi relatifnya terkait dengan kewenangan pengadilan-pengadilan di Indonesia,” ungkap Dwi.
Ketua Umum AKPI Dr. Jimmy Simanjuntak, M.H. sekaligus founder Jimmy Simanjuntak Foundation menyampaikan bahwa pengadilan niaga ini dibentuk dibawah pengadilan negeri. Sesuai dengan YURISDIKSI Pengadilan Niaga Keppres No. 97 tahun 1999 bahwa pengadilan niaga hanya terdapat di 5 wilayah Indonesia seperti Medan, Semarang, Makassar, Jakarta, dan Surabaya.
Jimmy pun menjelaskan makna dari kepailitan yang memiliki arti jatuh atau bangkrut, suatu keadaan dimana perusahaan dinyatakan pailit melalui putusan hakim pengadilan niaga. Sedangkan PKPU merupakan penundaan kewajiban pembayaran utang yang telah ditetapkan dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU.
Tidak hanya itu saja, wewenang pengadilan niaga pun dipaparkan oleh Jimmy terkait memeriksa dan memutus Permohonan pernyataan pailit dan PKPU dan perkara lain pada bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan sesuai dengan UU HKI baik perkara merek, paten, desain industri, hingga hak cipta. Sesuai dengan PP No. 10 tahun 2005 tentang perhitungan jumlah hak suara kreditor yang telah diatur dalam UU HKI dan hukum acara perdata yang berlaku.
Lebih lanjut, Jimmy menyampaikan sedikitnya terdapat 4 asas dalam kepailitan yang harus dipahami oleh mahasiswa hukum seperti asas keseimbangan, kelangsungan usaha, keadilan, dan integrasi. Pendeknya, kepalitan terjadi karena ada sebab utang yang tidak dibayar oleh debitur seperti dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 37 tahun 2004.
“Kapilitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana sudah diatur dan didetapkan dalam undang-undang,” jelas Jimmy.
PKPU dapat dilihat pada pasal 222 ayat 2 dan 3 UU Kepailitan dimana PKPU adalah kesempatan yang diberikan oleh pengadilan kepada debitur untuk mencapai perdamaian dengan kreditor untuk melakukan tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang. Singkatnya, PKPU adalah upaya perdamaian antara debitur dan kreditur melalui proposal Permohonan penundaan pembayaran utang oleh debitur.
Perbedaan kapilitan dan PKPU pun di dampiakan oleh Jimmy bahwa kapilitan dan PKPU memiliki skema dan permohonan yang sama. Perbedaannya adalah pada dasar hukum jika kapilitan berada pada UU pasal 2 ayat 1 sedangkan PKPU pasal 222 UUD 37 tahun 2004.
“Yang menarik adalah didalam permohonan PKPU sudah digaris bawahi dengan tujuan mencapai perdamaian artinya debitur memiliki kepekaan untuk membayar utang dengan mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor, sedangkan Kapilitan tidak terjadi perdamaian dan kreditor langsung menyita dan menjual asset debitor,” tutup Jimmy.
Dengan kata lain, debitur yang diputus PKPU oleh pengadilan mendapat kesempatan untuk memberikan penawaran perdamaian selama 270 hari. Yaitu proses dari awal hingga masa PKPU berakhir diluar masa persidangan. Sedangkan untuk sengketa kepailitan tidak ada batasan waktu, yaitu hingga seluruh harta dan aset terjual dan seluruh hutang lunas.